Para pemimpin negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok G8 akan mengadakan pertemuan akhir minggu ini untuk membahas kondisi terkini ekonomi global, dan berusaha menemukan solusi-solusi bagi beberapa permasalahan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi (25/05). Dalam edisi kali ini business news akan membahas beberapa permasalahan yang berpotensi untuk menjadi isyu hangat dalam pertemuan tersebut.
Krisis Utang Eropa Masih Menjadi “Hantu”
Saat ini kekhawatiran yang paling mendasar yang dirasakan oleh para pelaku pasar merupakan kemungkinan restrukturisasi utang Yunani. Kekhawatiran tersebut membawa euro mengalami penurunan tajam dan telah mendorong melemah bursa saham global. Yunani berpotensi menghadapi restrukturisasi setelah Fitch menurunkan rating kredit negara tersebut menjadi B+. Fitch juga menyatakan bahwa segala bentuk restrukturisasi utang Yunani merupakan kondisi gagal bayar.
Yunani, Irlandia, Portugal dan Spanyol atau yang biasa disebut PIGS memilikin kombinasi utang luar negeri sebesar 2 triliun dolar. Restrukturisasi utang artinya memperpanjang waktu jatuh tempo pembayaran utang Yunani, atau bahkan dalam kasus ekstrim meminta debitor untuk menghapuskan sebagian dari utang tersebut. Akan tetapi para petinggi bank sentral Eropa dan negara-negara ekonomi maju telah menyatakan ketidasetujuan terhadap opsi restrukturisasi tersebut.
Kebijakan Fiskal AS
Perdebatan mengenai utang Eropa mau tidak mau akan menyeret-nyeret perdebatan mengenai kondisi utang AS. Perdebatan antara partai Republik dan Demokrat di AS mengenai rencana menaikkan batas atas utang menjadi sorotan penting saat ini. Kekhawatiran yang berkembang mengenai perdebatan antara kedua partai tersebut adalah apabika tidak dapat tercapai kesepakatan hingga awal Agustus mendatang maka kemungkinan dapat terjadi skenario terburuk di mana pemerintah AS tidak akan dapat membayar utangnya.
Selain itu, kekhawatiran setelah S&P menurunkan outlook utang pemerintah AS menjadi negatif merupakan sinyal bahwa ada kemungkinan penururunan rating utang tersebut.
Fed juga tidak akan lepas dari kritik dalam forum tersebut. Hingga saat ini Fed terus dikritik akan keputusannya untuk mempertahankan kebijakan moneter longgar. Kritik yang berkembang menyatakan bahwa Fed turut bertanggung jawab atas naiknya harga pangan global saat ini.
Kepepimpinan IMF
Setelah orang nomor satunya terpaksa mengundurkan diri menyusul tuduhan pelecehan seksual yang menimpanya, saat ini IMF dihadapi dengan tantangan untuk memilih pengganti Dominique Strauss-Kahn. Negara-negara Eropa yang ingin mempertahankan rejim kepimpinan Eropa di IMF beramai-ramai mendukung menteri keuangan Perancis Christine Lagarde untuk menjadi wanita pertama yang menduduki jabatan orang nomor satu di IMF.
Akan tetapi negara-negara berkembang berpendapat bahwa sudah saatnya hegemoni Eropa di institusi besar dunia ini dihentikan dan harus dipilih dari tokoh-tokoh di negara berkembang. Selain isyu mengenai moral hazard, negara berkembang juga menyatakan bahwa seiring dengan makin besarnya peranan negara berkembang terhadap ekonomi global, maka tokoh negara berkembang harus diberikan kesempatan untuk menjadi pimpinan di IMF. Sementara itu kondisi ekonomi Eropa yang makin buruk saat ini juga menjadi kesempatan majunya calon dari negara berkembang.
Asia Ambil Alih Kursi Kendali
Sementara itu Alfred Pakasi, CEO Vibiz Consulting menyatakan berbagai isyu hangat memang akan mewarnai topik pertemuan G8 tersebut. Di antara isyu demi isyu tersebut sebenarnya kalau mau ditarik benang merah maka isyu nya mungkin hanya satu, atau satu saja yang terutama: para negara maju saat ini sedang sakit perekonomiannya! Eropa terbelit hutang --ini jangka panjang untuk bisa menyelesaikannya. Amerika masih tertatih-tatih berusaha bangkit dari hantaman krisis subprime mortgage tahun 2007 sd 2009 lalu. Jepang sudah jelas sedang resesi akibat dihajar tsunami dan kebocoran reaktor nuklir. Apa kabar G8? Mereka sedang sakit, termasuk si mantan Managing Director IMF kebanggaan mereka.
Nampaknya akan semakin terlihat bahwa kedepannya motor perekonomian global akan dipimpin oleh Asia beserta BRICS. China saat ini bukan sedang mengupayakan pertumbuhan ekonomi seperti para negara maju barat itu. China sedang berusaha mengerem laju ekonominya supaya jangan overheating. Indonesia terus melaju, dengan kinerja pertumbuhan yang bahkan lebih baik dari target pemerintahnya. Roda perekonomian global sedang berputar: Asia sekarang sedang mengambil alih kursi kendali.
(Ika Akbarwati/IA/vbn)
Krisis Utang Eropa Masih Menjadi “Hantu”
Saat ini kekhawatiran yang paling mendasar yang dirasakan oleh para pelaku pasar merupakan kemungkinan restrukturisasi utang Yunani. Kekhawatiran tersebut membawa euro mengalami penurunan tajam dan telah mendorong melemah bursa saham global. Yunani berpotensi menghadapi restrukturisasi setelah Fitch menurunkan rating kredit negara tersebut menjadi B+. Fitch juga menyatakan bahwa segala bentuk restrukturisasi utang Yunani merupakan kondisi gagal bayar.
Yunani, Irlandia, Portugal dan Spanyol atau yang biasa disebut PIGS memilikin kombinasi utang luar negeri sebesar 2 triliun dolar. Restrukturisasi utang artinya memperpanjang waktu jatuh tempo pembayaran utang Yunani, atau bahkan dalam kasus ekstrim meminta debitor untuk menghapuskan sebagian dari utang tersebut. Akan tetapi para petinggi bank sentral Eropa dan negara-negara ekonomi maju telah menyatakan ketidasetujuan terhadap opsi restrukturisasi tersebut.
Kebijakan Fiskal AS
Perdebatan mengenai utang Eropa mau tidak mau akan menyeret-nyeret perdebatan mengenai kondisi utang AS. Perdebatan antara partai Republik dan Demokrat di AS mengenai rencana menaikkan batas atas utang menjadi sorotan penting saat ini. Kekhawatiran yang berkembang mengenai perdebatan antara kedua partai tersebut adalah apabika tidak dapat tercapai kesepakatan hingga awal Agustus mendatang maka kemungkinan dapat terjadi skenario terburuk di mana pemerintah AS tidak akan dapat membayar utangnya.
Selain itu, kekhawatiran setelah S&P menurunkan outlook utang pemerintah AS menjadi negatif merupakan sinyal bahwa ada kemungkinan penururunan rating utang tersebut.
Fed juga tidak akan lepas dari kritik dalam forum tersebut. Hingga saat ini Fed terus dikritik akan keputusannya untuk mempertahankan kebijakan moneter longgar. Kritik yang berkembang menyatakan bahwa Fed turut bertanggung jawab atas naiknya harga pangan global saat ini.
Kepepimpinan IMF

Akan tetapi negara-negara berkembang berpendapat bahwa sudah saatnya hegemoni Eropa di institusi besar dunia ini dihentikan dan harus dipilih dari tokoh-tokoh di negara berkembang. Selain isyu mengenai moral hazard, negara berkembang juga menyatakan bahwa seiring dengan makin besarnya peranan negara berkembang terhadap ekonomi global, maka tokoh negara berkembang harus diberikan kesempatan untuk menjadi pimpinan di IMF. Sementara itu kondisi ekonomi Eropa yang makin buruk saat ini juga menjadi kesempatan majunya calon dari negara berkembang.
Asia Ambil Alih Kursi Kendali
Sementara itu Alfred Pakasi, CEO Vibiz Consulting menyatakan berbagai isyu hangat memang akan mewarnai topik pertemuan G8 tersebut. Di antara isyu demi isyu tersebut sebenarnya kalau mau ditarik benang merah maka isyu nya mungkin hanya satu, atau satu saja yang terutama: para negara maju saat ini sedang sakit perekonomiannya! Eropa terbelit hutang --ini jangka panjang untuk bisa menyelesaikannya. Amerika masih tertatih-tatih berusaha bangkit dari hantaman krisis subprime mortgage tahun 2007 sd 2009 lalu. Jepang sudah jelas sedang resesi akibat dihajar tsunami dan kebocoran reaktor nuklir. Apa kabar G8? Mereka sedang sakit, termasuk si mantan Managing Director IMF kebanggaan mereka.
Nampaknya akan semakin terlihat bahwa kedepannya motor perekonomian global akan dipimpin oleh Asia beserta BRICS. China saat ini bukan sedang mengupayakan pertumbuhan ekonomi seperti para negara maju barat itu. China sedang berusaha mengerem laju ekonominya supaya jangan overheating. Indonesia terus melaju, dengan kinerja pertumbuhan yang bahkan lebih baik dari target pemerintahnya. Roda perekonomian global sedang berputar: Asia sekarang sedang mengambil alih kursi kendali.
(Ika Akbarwati/IA/vbn)